Arahan Ka Badan SDMKP

Kehadiran Kepala Badan SDM KP (Bapak Dr. Suseno Sukoyono) di Stasiun Lapangan Praktek APS Pulokerto Pasuruan tanggal 8 Oktober 2013 disamping memberikan kuliah umum kepada taruna yang sedang moving clas, beliau juga melakukan kunjungan lapangan di kawasan tambak mangrove. Beliau memberikan apresiasi apa yang telah dilakukan oleh APS, yaitu menerapkan konsep tambak berwawasan lingkungan berupa pengembangan tambak mangrove dan hutan mangrove dalam satu kawasan. Lebih lanjut beliau menyebutkan bahwa, penerapan konsep tersebut memiliki ciri khusus tersendiri yaitu memadukan ekosistem hutan mangrove dengan kegiatan usaha budidaya perikanan di tambak. Dan konsep tersebut merupakan salah satu jawaban untuk memecahkan permasalah budidaya ikan/udang di tambak yang rentan terhadap ganguan penyakit dan pencemaran, termasuk komoditi udang Windu. Kita ketahui bersama, bahwa udang windu merupakan udang asli Indonesia dan pernah menjadi komoditas primadona perikanan di era tahun 1980-1990-an, namun saat ini sulit ditemukan di pasaran karena serangan penyakit.
Usai mengadakan kunjungan lapangan, Kepala Badan memberikan arahan terkait dengan pengembangan tambak mangrove tersebut. Ada 2 (dua) poin penting dari arahan beliau yaitu: (1) pemberian nama (pen-nama-an) tambak mangrove dan (2) pusat mangrove.

Pen-Nama-an Tambak Mangrove
Secara umum tambak mangrove yang berkembang di Indonesia adalah tambak yang pada sisi pematangnya ditanami mangrove dengan perbandingan antara mangrove dan lahan tambak 10 : 90 %.  Atau tambak Wana Mina (silvofishery) yang dikembangkan oleh Kementerian Kehutanan dengan perbandingan untuk mangrove dan parit tambak (caren) 80 : 20 %. Hal ini berbeda dengan konsep tambak mangrove yang dikembangkan oleh Akademi Perikanan Sidoarjo (APS), yaitu memadukan keseimbangan antara keberadaan ekosistem hutan mangrove dengan kegiatan usaha budidaya perikanan di tambak. Sehingga perbandingan luas plataran tambak yang dimanfaatkan sebagai tempat penanaman mangrove dengan parit tambak (caren) adalah 60 : 40 % atau 50 : 50 %.  
Beberapa tulisan tentang tambak di Indonesia menjelaskan bahwa, tambak di Indonesia mulai berkembang pertama di pantai utara Jawa Timur sejak jaman kerajaan Majapahit. Tambak tersebut dibangun di wilayah pasang surut terutama pada kawasan hutan mangrove. Sebelum adanya Program INTAM (intensifikasi tambak) awal tahun 1980-an, sebagian besar tambak di Indonesia merupakan tambak yang bervegetasi mangrove. Masyarakat Jawa Timur, khususnya para pembudidaya tambak di Kabupaten Sidoarjo dan sekitarnya, apabila menyebutkan tambak adalah “wono” dan sebagian lagi ada yang menyebutkan “alas”.  Wono dan alas berasal dari bahasa Jawa yang artinya “hutan”. Hanya saja “wono” adalah bahasa Jawa halus (kromo inggil), sedangkan “alas” merupakan bahasa Jawa yang digunakan sehari-hari oleh masyarakat.
Berdasarkan penjelasan di atas dan untuk melestarikan nama tambak mangrove, maka Bapak Dr. Suseno Sukoyono (Kepala Badan SDM KP) mengusulkan agar tambak mangrove yang dirancang dan dikembangkan oleh APS diberi nama “Tambak Alas Model APS”.

Pusat Mangrove
Mangrove yang ditanam sejak tahun 2006 terdiri dari 8 jenis vegetasi mangrove dominan jumlahnya kurang lebih sebanyak 100.000 batang. Jumlah mangrove tersebut belum termasuk vegetasi mangrove minor (tanaman ikutan) yang hidup secara alami disekitar mangrove hasil penanaman yang ragamnya lebih dari 10 jenis. Vegetasi mangrove hasil penanaman di Stasiun Lapangan Praktek APS tersebut, berada pada kawasan penyangga seluas kurang lebih 8 ha, tambak alas model APS seluas 4 ha, di sungai/saluran tambak sepanjang 1.100 meter, dan di pematang tambak seluas 4 ha.
Keberadaan kawasan mangrove tersebut disamping digunakan sebagai lokasi kuliah taruna APS, juga dimanfaatkan oleh beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta di Jawa Timur sebagai lokasi praktek dan penelitian. Disamping itu sebagai tempat studi banding dari beberapa instasi pemerintah, perguruan tinggi serta kalangan swasta dan organisasi lingkungan baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Dan telah dilakukan kerjasama dengan lembaga lingkungan internasional antara lain NPO Lion Mangrove Project dan YL. Invest Co Ltd dari Fukuoka Jepang. Serta kerjasama dengan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Probolinggo serta Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pasuruan. Selanjutnya pada tahun 2014 akan dilakukan kerjasama dengan lembaga internasional UNDP dan JICA.
Mengingat keberadaan dan manfaat kawasan mangrove tersebut di atas dan kawasan mangrove yang memiliki ciri khas tersendiri, maka Kepala Badan SDM KP (Bapak Dr. Suseno Sukoyono) mengusulkan agar kawasan mangrove tersebut dapat menjadi “Pusat Mangrove” berbasis “Tambak Alas Model APS”. Kemudian pen-nama-an kawasan tersebut disepakati menjadi “Mangrove Centre Akdemi Perikanan Sidoarjo” atau disingkat “MC-APS”. Lebih lanjut beliau berpesan agar informasi tentang perkembangan pusat mangrove tersebut dapat lebih cepat dan mudah diases oleh seluruh lapisan masyarakat baik dalam negeri maupun luar negeri. Untuk itu diperlukan pemanfaatan media internet, minimal dengan dua bahasa yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.    
Menanggapi hal tersebut, Direktur Akademi Perikanan Sidoarjo (APS) Bapak Dr. Endang Suhaedy, mengucapkan terimaksih kepada Kepala Badan SDM KP Bapak Dr. Suseno Sukoyono atas arahan dan dukungannya untuk kemajuan Akademi Perikanan Sidoarjo, khususnya keberadaan kawasan mangrove di Stasiun Lapangan Praktek APS di Pulokerto Pasusuan. Semoga apa yang telah dan akan kita lakukan APS bermanfaat untuk masyarakat, bangsa dan negara, khususnya masyarakat perikanan di Indonesia.

Xsh00t